15 September, 2008

tentang memancing

Kemarin aku memancing, setengah hari dari pukul 12an sampai hampir jam 7 malam, jenuh dengan aktivitas di hari Minggu yang itu-itu melulu, aku kabur dari jadwal dan kewajiban rutin. 
Aku tahu aku salah, dan aku tahu juga aku akan mendapatkan konsekuensi untuk kesalahan yang aku tahu sudah salah tetapi tetap aku lakukan. 
Forgive me oh Lord, lagi super bluper jenuh.. 

Aku masih mengajar anak-anak kelas 2 dan 3 paginya, kemudian ketika kebanyakan orang Kristen datang menghampiri rumahNya, mencariNya.. aku malah meninggalkan tempat itu dan beralih ke tempat lain, aku percaya Dia ada juga di sana, di kolam pancing.

Kenapa ga ke mall, nonton, ke pantai atau main ama teman lain, entahlah bosan juga..
Acara dimulai dengan mencari lokasi, pergi berdua dengan adik laki-lakiku, si bungsu ini paling suka memancing ikan dari dulu. Mengendarai sepeda motor tanpa helm kami berangkat diiringi doa sang ibu ‘Semoga dapat ikan yang besar ya nak..’ 

Cukup panas dan sedikit kuatir, kulit sawo matang ini bakalan lebih matang lagi (karna ga mau dibilang hitam), ditambah kulit muka bakalan merah beberapa hari. Mancing kok takut panas kak, kata adikku, celetukannya buatku berpikir sama teknisi komputer yang takut kesetrum dikit pada CPU dan monitor, ah cemen kalau begitu.. ayuk..

Beberapa tempat yang kami datangi dipenuhi para pemancing professional, bahkan ada satu kolam pancing yang sedang menyelenggarakan turnamen pancing ikan lele, kolam yang berukuran sekitar 30 x 20 meter itu dikerubungi oleh pria-pria dan satu perempuan (yah aku cuma melihat satu orang perempuan yang dari belakangpun kelihatan berpotongan laki-laki) berhimpit-himpitan di tepi kolam, entah bagaimana kayu-kayu yang bertiang bambu itu dapat bertahan menanggung beban ratusan kilogram tiap pancaknya. 

Untungnya para pemancing tahu bahwa diam adalah sikap dasar, benar-benar penting, satu gerakan kecil refleks dapat mengakibatkan ikan-ikan kolam tahu bahwa gumpalan pellet yang satu ini menawarkan maut dan bersiap-siaplah umpan itu bakalan dicuekin ikan-ikan sekolam dan hanya disenggol ikan-ikan kecil lainnya. Karena semua harus diam dan tak bergerak, maka aku pikir panggung-panggung kayu bertopang bambu itu cukup bertahan, paling-paling turun semakin dalam. 

Yang anehnya, aku baru kali ini melihat para pemancing berhimpitan kayak antri sembako, hanya beda posisi, kalau pengantri sembako berderet-deret kalau pemancing berjejer rapi tanpa celah di sepanjang kolam, perlu teknik dan keakuratan tingkat tinggi agar lemparan pertama kali lurus ke depan tanpa menyenggol pancing di sisi kiri dan kanan, kemudian preposisi dengan perkiraan kecepatan lemparan agar jatuhnya umpan tidak mengenai milik lawan. 

Kalau aku yang ikutan melempar, mungkin aku segera membatasi pelampung sekitar 30 cm saja, biar jatuhnya tepat di bawah kakiku, dan mungkin umpanku bukan pelet, tetapi cacing, buat ngelatih mereka berenang. Teknik melemparku masih dapat point 60 kata adikku.

Sedang melihat seriusnya para pemancing itu jejeran piala yang diperebutkan, beberapa meja yang ditempati panitia dan seorang MC yang bawa toa, waduh.. tiba-tiba sang MC berteriak ‘jangan langsung tarik, diulur dulu.. lalu tangguk.. ‘ dan tralala… aku melihat seekor ikan lele besar, tertangkap kau kawan, sekitar 2 kg ada kali, dan kamipun segera berlalu ke kolam lain, sepertinya ini menjadi pertanda keberuntungan, bayangkan kemungkinan yang telah terjadi di depan mataku dan adikku, begitu kami datang, orang itu mendapatkan ikan lele besar.. ada efek korelasi kejadian sebab akibat yang terjadi disekitar kitakan :)

Setelah melihat-lihat 5 kolam pancing, aku menyadari fakta yang baru aku ketahui, bahwa kesenangan ini dimiliki kaum lelaki.. Dari semua tempat yang aku datangi, aku kembali menjadi mahkluk paling cantik, kecuali kalau yang menjaga warung makanan dan buatin makanan dan minuman ikut dihitung.

Ada suasana cukup menyenangkan, atmosfir baru yang baru kali ini juga aku rasakan, kalau seorang perempuan menjadi satu-satunya mahkluk berjenis kelamin lain di kumpulan cowok-cowok, maka semua mata para cowok itu akan tertuju dan ditimpali juga suitan atau kata-kata lainnya. Tetapi kalangan pemancing cukup professional, mata mereka setianya sama satu hal saja, fokus dimana pelampung kailnya berada.. Aku pikir aku menemukan kembali teori baru, kalau mau cowok yang tidak selingkuh, carilah cowok yang suka mancing. Eurekaaa…. 

Walaupun setelah dipikir lagi bahwa kenyataan ini berbanding terbalik dengan penampilan fisik, cowok ganteng di kolam pancing adalah anomali dan fakta bahwa satu pemancing bisa membawa lebih dari satu kail, bahkah empat sampai enam sekaligus. Ga multitasking tapi multiuser huehehe.. 

Teori adikku untuk memancing disekitar pancaran air, menurutnya ikan-ikan akan berkumpul berenang disitu. Karena pengalaman dan jam terbangku jauh dibawahnya, aku manut dan tanpa protes mengambil posisi, mencari bangku dan menunggu. Iya menunggu adikku memasangkan pelampung.   Kami berjanji bahwa kami akan pulang setelah mendapatkan ikan, adikku tidak ingin mengulangi kembali pengalaman sebelumnya. 

Kalau mengingat pengalaman jaman aku dan keluargaku sering mancing di pulau Nias dulu, kami memancing di sungai dan di dermaga Pertamina di Sirombu, aku hanya berhasil mendapatkan satu ikan saja. Itupun kecil, aku goreng dan makan sendiri.  Kami dulu menangkap banyak ikan karang warna-warni yang kalaupun dijual di pasar tidak laku karena dagingnya tidak ada, tetapi untuk ikan-ikan yang kami tangkap sendiri, sekecil dan seaneh apapun bentuk ikan itu menjadi seperti menu sang raja, nikmat banget buat yang menangkapnya.

Bolak balik aku melempar pancing, memperhatikan pelampungku bergerak ke kiri dan ke kanan digoda ikan-ikan atas, dasar ikan gobi dan kelas kecebong.. Berkali-kali juga umpanku habis tanpa sisa tapi aku sama sekali tidak merasakan tarikan pada benang pancingku, adikku bilang perhatikan pelampungnya, kalau bergerak ke bawah berarti ada ikan yang sedang makan umpan kita dan kalau sudah beberapa kali atau terasa ada yang menarik, langsung hentakkan benang pancingnya.. 

Aku kembali mengagumi cowok yang hobby memancing, bisa dipastikan mereka adalah orang yang panjang sabar, cowok sabar kadang-kadang menarik dari sekedar cowok ganteng.. Siapa bilang kesabaran hanya dimiliki kaum wanita.  Buktinya akupun sudah sangat tak sabar.

Baberapa capung beterbangan, malahan menganggap pelampung berwarna orange yang terapung-apung 10 meter di depanku itu adalah jungkat jungkit seperti permainan di taman kanak-kanak. Capung itu terbang berputar-putar tinggi kemudian turun tanpa mengurangi kecepatan berakrobatik berhenti mendadak dan tepat di bagian atas pelampungku yang mungkin hanya berdiameter 2 milimeter itu, awas kecebur kamu pung.. 

Jangan-jangan seperti cerita bahwa Isaac Newton mendapat teori gravitasi dengan duduk dibawah pohon apel dan kejatuhan buahnya, maka aku akan membuat cerita juga bahwa Wright bersaudara mendapatkan ide mesin yang bisa terbang itu sambil memancing di kolam ikan, ada capung yang berakrobatik di pelampungnya. Tentu saja cerita palsu ini akan langsung diveto karena Wilbur dan Orville Wright mendapatkan idenya dengan mengamati layang-layang. Sementara Newton memang menemukan dan menuliskan dulu hukum-hukum gravitasi kemudian beristirahat sebentar di luar dan kejatuhan buah apel tepat di kepalanya.

Sudah begitu dengan lucunya dia malah kayak manggut-manggut, tekanan yang dibuat capung iseng itu sudah pastilah membuat umpanku juga bergoyang-goyang di dasar kolam sana, mungkin capungnya tertawa.. Aku yang sebel, dia tahu apa sudah hampir setengah jam aku mengawasi pelampung itu dan berusaha supaya benangku tidak bergerak sedikitpun, eh dia malah enak-enakan main jungkat-jungkatan disana. Tidak ada lagi ikan yang bakalan percaya dengan tampilan umpan yang pake goyang nanduk-nanduk gitu, semua dusta mungkin kata ikan-ikan itu sambil melengos pergi. 

Tapi aku tidak sampai hati menggulung atau menghentakkan tali pancingku, capung itu sudah buat variasi baru.

Beberapa kali kejadian itu berlangsung, padahal aku juga sudah melempar pancingku ke tempat lain. Tapi aku pikir tidak diganggu capungpun dari tadi juga belum ada ikan yang bersedia menjadi korban mata pancingku, paling tidak aku sudah menghibur capung yang sepertinya kurang kerjaan main-main sendiri di kolam ikan. Bukannya capung itu mainnya di semak-semak, atau rumput, pohon, perdu atau bunga-bunga ?

Yah begitulah, hujan sepertinya akan turun tetapi kami tetap bertahan. Sepertinya sebentar lagi dapat, sepertinya kalau ganti umpan bisa jadi ada ikan yang melahapnya, sepertinya sebentar lagi ikannya lapar, sepertinya kalau lemparnya agak ke pinggir, sepertinya kalau lemparnya lebih ketengah kolam, sepertinya aku lebih cakep deh dari orang yang tadi nangkap ikan barusan hahaha…

Dan yang paling buat penasaran, ada ikan yang melompat ke permukaan air, dan begitu aku lempar pancing ke tempat ikan tadi performance hasilnya bengong lagi, dan 5 meter dari situ sang ikan mengulangi lagi loncat indah tersebut. Digeser lagi aku kembali tetap gigit jari. Sebagian umpan pun dilempar ke sekitar mata pancing, ah tetap tak mendatangkan hasil.

But ketika sudah gelap, dan kucing-kucing yang disekitar kolam pancing itu sudah bolak balik menciumi plastik umpan pelet itu, sepertinya ngeledekin bilang ke kita ‘sudahlah, ini buat kami aja’.  Kami menyerah, biarlah sisa umpan buat kucing-kucing yang mengeong dari tadi, kemudian pulang.  Masih ada hari esok ikan, tunggu pembalasan kami..

1 comment:

the cool visitor said :